You are currently viewing Masyarakat Hukum Adat di Kecamatan Toba Desak Penguatan Hukum Adat dan Evaluasi Izin Proyek yang Menggerus Tanah Adat

Masyarakat Hukum Adat di Kecamatan Toba Desak Penguatan Hukum Adat dan Evaluasi Izin Proyek yang Menggerus Tanah Adat

Toba – Diskusi Masyarakat Hukum Adat yang difasilitasi Kecamatan Toba mengerucut pada satu suara: hentikan perampasan ruang hidup adat dan kembalikan kedaulatan Masyarakat Hukum Adat atas hutan adat mereka. Forum ini menghadirkan berbagai tokoh adat, Ketua MABM Kec. Toba, Ketua DAD Kec. Toba, Para Kades, Temenggung, Kepala Adat, Ketua BPD,  TBBR dan pejuang hak-hak masyarakat adat yang menyuarakan perlunya penguatan hukum adat serta penghentian kebijakan yang merugikan Masyarakat Hukum Adat. Diskusi ini dilaksanakan Pukul 08.30 – 16.30 WIB Rabu 20 Agustus 2025 bertempat di GPU Kecamatan Toba, Desa Teraju.

Dalam forum tersebut, terungkap bahwa banyak kawasan hutan adat kini telah masuk dalam kategori hutan produksi. Hal ini bukan hanya mengancam keberlangsungan ekologi, tetapi juga melumpuhkan identitas dan hak-hak masyarakat hukum adat yang telah turun-temurun menjaga kawasan tersebut.

Camat Toba, juga selaku Ketua Umum Majelis Tertinggi Adat Budaya – Dayak Desa (MaTAB-DD) Bapak Kanisius Bheni, S.ST, menegaskan bahwa revitalisasi hukum adat bukan sekadar pilihan, tetapi keharusan.

“Kami mendesak pengesahan Undang-Undang Perlindungan Masyarakat Hukum Adat agar masyarakat adat benar-benar mendapat pengakuan dan perlindungan nyata, bukan hanya janji,” tegasnya.

Sekretaris DAD, Bapak Moses Thomas, menekankan bahwa penguatan hak-hak masyarakat adat merupakan langkah mendesak.

“Selama masyarakat hukum adat tidak dilindungi secara kuat oleh hukum negara, maka mereka akan terus menjadi korban pengalihan lahan dan kepentingan investasi,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Organisasi Teraju Indonesia, Bapak Agus Sutomo, menyampaikan orasi penuh semangat, menyerukan perlawanan terhadap segala bentuk pengalihan tanah adat yang dilakukan Satgas Pernertiban Kawasan Hutan (PKH). Ia menegaskan bahwa praktik tersebut adalah bentuk perampasan hak-hak masyarakat hukum adat yang tidak boleh dibiarkan. Juga menyampaikan bahwa keberadaan izin-izin Proyek Strategis Nasional (PSN) di Kecamatan Toba harus segera dievaluasi dan dicabut jika terbukti merugikan masyarakat adat.

“Izin-izin itu hanya menguntungkan korporasi, tapi menghancurkan tanah, air, dan kehidupan masyarkat adat,” ungkapnya.

Forum ini kemudian menghasilkan seruan bersama agar pemerintah segera menghentikan kebijakan yang merugikan masyarakat adat, mengembalikan hutan adat yang telah dialihkan, serta memperkuat posisi hukum adat dalam sistem hukum nasional.

Diskusi ini juga menegaskan kembali tuntutan untuk mencabut izin-izin Proyek Strategis Nasional (PSN) yang merugikan masyarakat adat di Kecamatan Toba, serta menghentikan praktik pengalihan tanah oleh Satgas Pernertiban Kawasan Hutan (PKH).

“Masyarakat adat bukan penghalang pembangunan, tetapi penjaga hutan dan peradaban. Tanpa tanah adat, kami kehilangan masa depan,” tegas pernyataan sikap yang disepakati dalam diskusi tersebut.

Diakhir diskusi terdapat kesepakatan bersama tertuang dalam berita acara dibawah ini: